Old school Swatch Watches
Hukum Membaca Basmalah Disaat Berwudhu

Para ulama berbeda pendapat dalam masalah ini. Ada yang mewajibkannya, mensunahkannya, ada juga yang menyatakannya sebagai perbuatan yang mustahab dan bahkan ada yang mengatakannya sebagai perbuatan yang makruh. Para ulama Hanabilah mewajibkan membaca basmalah. Para ulama Hanafiyah, Syafi’iyah, Zhahiriyah dan Imam Ahmad dalam satu riwayat mensunahkannya sedangkan Pendapat yang masyhur di kalangan Malikiyah adalah hal ini termasuk perbuatan yang mustahab namun ada juga pendapat dalam mazhab ini yang memakruhkannya. Berikut ini akan saya nukil pendapat para ulama langsung dari kitab-kitab yang mu’tamad dalam mazhabnya masing-masing.

1. Mazhab Al-Hanafiyah

Imam Al-Kasani (w. 587 H) salah satu ulama mazhab Al-Hanafiyah di dalam kitabnya Badai’ Ash-Shanai’ fi Tartibi As-Syarai’ menuliskan sebagai berikut :

ومنها التسمية وقال مالك إنها فرض

Dan termasuk perkara-perkara yang disunahkan adalah membaca bismillah.[1]

Ibnu Abdin (w. 1252 H) salah satu ulama mazhab Al-Hanafiyah di dalam kitabnya Radd Al-Muhtar ala Ad-Dur Al-Mukhtar menuliskan sebagai berikut :

والبداءة ( بالتسمية ) قولا …( قوله : قولا ) أشار به إلى أنه لا تنافي بين سنية الابتداء بها وبالنية وبغسل اليدين…

قال في الفتح : لفظها المنقول عن السلف , وقيل عن النبِي صلى الله عليه وسلم { بسم اللّه العظيم , والحمد للَه على الإسلام } قيل : الأفضل ” بسم اللّه الرحمن الرحيم بعد التعوذ

(termasuk perkara sunah) memulai (berwudhu) dengan membaca bismillah… Adapun arti dari kata qaulan disini adalah sebuah isyarat yang menyatakan bahwa tidak ada perbedaan dalam sunahnya memulai dengan bismillah dan niat (berwudhu) ketika membasuh kedua tangan.. Dikatakan di dalam kitab Al Fath : lafadz basmalah dinukilkan dari para salaf, namun ada juga yang mengatakan bahwa lafadz tersebut dinukilkan dari Nabi Shallahu ‘Alaihi Wassalam. Lafadznya adalah. بسْمِ اللَّهِ الْعَظِيمِ , وَالْحَمْدُ لِلَّهِ عَلَى الإِسْلامِ Ada yang mengatakan : yang afdhal adalah membaca

بِسْمِ اللَّه الرَّحْمَن الرَّحِيم setelah membaca ta’awudz. [2]

2. Mazhab Al-Malikiyah

Imam Ibnu Abdil Barr (w. 463 H) salah satu ulama mazhab Al-Malikiyah dalam kitab Al-Kafi fi Fiqhi Ahlil Madinah menuliskan sebagai berikut :

باب الوضوء على كماله

يبدأ المتوضئ فيغسل يديه مرتين أو ثلاثا قبل أن يدخلهما في الإناء ويقدم التسمية قبل ذلك أو مع ذلك يقول بسم الله الرحمن الرحيم

Bab Wudhu Yang sempurna

seorang yang berwudhu memulai dengan membasuh kedua tangannya sebanyak 2 atau 3 kali. Namun sebelum dia hendak memasukkan kedua tangan di dalam tempat air, hendaknya dia membaca basmalah sebelum melakukan hal tersebut atau juga bisa dilakukan secara bersamaan dengan mengucapkan bismillahirrahmanirrahim.[3]

Al-Qarafi (w. 684 H) salah satu ulama mazhab Al-Malikiyah di dalam kitab Adz-Dzakhirah menuliskan sebagai berikut :

الفصل الثالث في فضائله وهي سبعة الفضيلة الأولى التسمية

Ada 7 perkara yang mendatangkan keutamaan di dalam berwudhu : yang pertama adalah mengucap basmalah.[4]

Ad-Dasuki (w. 1230 H) salah satu ulama mazhab Al-Malikiyah di dalam kitab Hasyiyah Ad-Dasuki menuliskan sebagai berikut :

قوله : وتسمية جعلها من فضائل الوضوء هو المشهور من المذهب خلافا لمن قال بعدم مشروعيتها فيه وأَنها تكره

Kalimat “ dan mengucapkan basmalah” berarti menjadikannya termasuk bagian dari keutamaan-keutamaan dalam berwudhu dan ini adalah pendapat yang masyhur dalam mazhab malikiyah. Pendapat ini berbeda dengan pendapat yang menyatakan bahwa membaca basmalah tidak disyariatkan dan hukumnya makruh.[5]

3. Mazhab Asy-Syafi’i

Imam An-Nawawi (w. 676 H) rahimahullah salah satu ulama dalam mazhab Asy-Syafi’iyah di dalam kitabnya Raudhatu At-Thalibin wa Umdatu Al-Muftiyyin menuliskan sebagai berikut :

والثانية أن يقول في ابتداء وضوئه بسم الله فلو نسيها في الابتداء أتى بها متى ذكرها قبل الفراغ كما في الطعام

Perkara ke 2 dari sunah-sunah wudhu adalah mengucapkan di awal permulaan wudhu dengan bacaan bismillah. Namun jika dia lupa mengucapkan di awal wudhu maka boleh mendatangkannya kapanpun dia ingat sebelum selesai berwudhu sebagaimana ketika makan.[6]

Syihabuddin Ar-Ramli (w. 1087 H) salah satu ulama mazhab Asy-Syafi’iyah di dalam kitab Nihayatu Al-Muhtaj menuliskan sebagai berikut :

و من سننه ( التسمية أوله ) أي الوضوء ولو بماء مغصوب وأقلها بسم الله , وأكملها بسم الله الرحمن الرحيم ثم الحمد لله على الإسلام ونعمته الحمد لله الذي جعل الماء طهورا , زاد الغزالي : رب أعوذ بك من همزات الشياطين وأعوذ بك رب أن يحضرون

Dan dari sunah-sunahnya berwudhu yaitu : membaca basmalah di awal wudhu walaupun dengan air yang dighasab (rampas). Paling sedikitnya membaca basmalah adalah بسم الله dan paling sempurnanya adalah mengucapkan :

بسم الله الرحمن الرحيم ثم الحمد لله على الإسلام ونعمته الحمد لله الذي جعل الماء طهورا

Imam Ghazali Rahimahullah (w 505 H) menambahkannya dengan bacaan :[7]

رب أعوذ بك من همزات الشياطين وأعوذ بك رب أن يحضرون

4. Mazhab Al-Hanabilah

Ibnu Qudamah (w. 620 H) ulama dari kalangan mazhab Al-Hanabilah di dalam kitabnya Al-Kafii menuliskan sebagai berikut :

ثم يقول : بسم الله . وفيها روايتان : إحداهما: أنها واجبة في طهارات الأحدث كلها والثانية : أنها سنة اختارها الخرقي

Kemudian mengucapkan bismillahi. Ada 2 riwayat tentang hal ini, salah satunya berpendapat bahwa wajib mengucapkannya setiap kali bersuci dari hadats. Pendapat yang kedua menyatakan bahwa (membaca basmallah) hukumnya sunah. Dan pendapat ini yang dipilih oleh al khiraqi.[8]

Al-Buhuty (w. 1051 H) salah satu ulama mazhab Al-Hanabilah di dalam kitabnya Kasysyafu Al-Qina’ menuliskan sebagai berikut :

وهي أي التسمية ( واجبة في وضوء ) لحديث أبي هريرة عن النبي صلى الله عليه وسلم { قال لا صلاة لمن لا وضوء له ولا وضوء لمن لم يذكر اسم الله عليه } رواه أحمد وأبو داود وابن ماجه ولأَحمد وابن ماجه

(فإن تركها ) أي التسمية ( عمدا ) لم تصح طهارته ; لما تقدم ( أو ) تركها عمدا ( حتى غسل بعض أعضائه ) المفروضة أو حتى مسحها بالتراب في التيممِ ولم ( يستأْنف ) ما فعله قبل التسمية ( لم تصح طهارته( لأنه لم يذكر اسم الله على طهارته , بل على بعضها (والأخرس يشير بها ) وكذا المعتقل لسانه

Membaca basmalah itu wajib dalam berwudhu dikarenakan hadits yang diriwayatkan oleh Abu hurairah R.A. dari Nabi Shallallahu A’laihi Wasallam. Beliau Bersabda : tidak sah shalat bagi seorang yang tidak berwudhu dan tidak sah juga wudhunya jika tidak mengucapkan basmalah. H.R Ahmad, Abu Dawud dan Ibnu Majah.

Jika sengaja tidak membaca basmalah maka tidak sah bersucinya. Begitupula ketika dia meninggalkannya dengan sengaja dan telah membasuh sebagian anggota wajib wudhu atau telah mengusapnya dengan debu disaat bertayammun maka tidak sah semua yang dia lakukan dalam bersuci dikarenakan ia belum membaca basmalah. Orang yang bisu cukup membaca basmalah dengan menggunakan isyarat begitu pula dengan orang yang lisannya disekap. [9]

5. Mazhab Azh-Zhahiriyah

Ibnu Hazm (w. 456 H) salah satu tokoh mazhab Azh-Zhahiriyah di dalam kitab Al-Muhalla bil Atsar menuliskan sebagai berikut :

وتستحب تسمية الله على الوضوء, و إن لم يفعل فوضوءه تام

Disunahkan mengucapkan basmalah disaat berwudhu. Namun jika tidak dilakukan maka wudhunya sempurna (sah).[10]

Wallahu’alam.

[1] Al-Kasani, Badai’ Ash-Shanai’ fi Tartibi Syara’i, jilid 1 hal 20 cet Daar Al-Kutub Al ‘Ilmiyah.

[2] Ibnu Abdin, Radd Al-Muhtar ala Ad-Dur Al-Mukhtar, jilid 1 hal 74 cet Ihya At-Turats

[3] Ibnu Abdil Barr, Al-Kafi fi Fiqhi Ahlil Madinah, hal 20 cet Daar Al-Kutub Al-‘ilmiyah Beirut

[4] Al-Qarafi, Adz-Dzakhirah, jilid 1 hal 284 Daar Al-Gharb Al-Islami

[5] Ad-Dasuki, Hasyiyah Ad-dasuki ‘Ala Syarhi Al-Kabir, jilid 1 hal 103 cet Daar Al-Fikr

[6] An-Nawawi, Raudhatu At-Thalibin wa Umdatu Al-Muftiyyin, jilid 1 hal 168 cet Daar ‘Alam Al-Kutub.

[7]. Nihayatu Al-Muhtaj jilid 1 hal 168 cet Musthofa Al Halbi.

[8] Ibnu Qudamah, Al-Kafii jilid 1 hal 53-54 cet. Daar Al-Hijr.

[9] Al-Buhuty, Kasysyafu Al-Qina, jilid 1 hal. 91 cet. Daar Al-Fikr.

[10] Ibnu Hazm, Al-Muhalla bil Atsar, jilid 2 hal. 49